Senin, 25 Mei 2009

PENGARUH AJARAN RUANG DAN WAKTU NEWTON TERHADAP COSMIC WORLD VIEW

PENDAHULUAN

Ketakjuban sudah pasti timbul ketika orang mencoba mereflesikan alam di sekitarnya betapa hamparan ruang itu maha luas, begitu juga dengan evolusi alam raya. Bahkan evolusi tata surya saja sudah menunjukkan betapa lamanya waktu itu berjalan. Padahal, sebagaimana kita tahu, masih beribu-ribu tata surya lain yang sejenis yang menempati sudut-sudut ruang yang disebut alam raya ini. Dan tentunya beribu-ribu tata surya dan galaksi itu terbentang di antara celah-celah raung dan waktu. Dengan demikian, ruang dan waktu merupakan pengertian-pengertian yang tidak dapat ditinggalkan dalam memahami alam fisik.

Sebegitu mengusiknya keajaiban ruang dan waktu ini sehingga hampir semua filsuf yang berfikir tentang alam dan perkembangan secara otomatis membawa serta sang filsuf untuk merenungkan juga tentang ruang dan waktu. Mulai dari Parmenides (515-450) hingga yang paling mutakhir Einstein (1889-1955) dan para sarjana ilmu alam, perdebatan tentang ruang dan waktu belum juga tuntas. Dalam perjalananya teori mengenai ruang dan waktu senantiasa berkembang, bahkan sampai saat ini masih ada bagian-bagiannya yang menjadi mesteri dan tak terpecahkan.

Perbedaan sifat dasar ilmu sebagai suatu cosmic world view –suatu kisah yang digunakan untuk memahami dan mengevaluasi yang lain– akan sangat menentukan perbedaan pandangan masing-masing filsuf dan ilmuwan. Demikian, karena kisah membentuk suatu sikap kultur, mengintegrasikan pengetahuan, mendikte metodologi, dan mengarahkan pendidikannya (Augros & Stanciu, 1985: ix). Kita mengenal ada tiga kategori besar cosmic world view; mechanism, teleologi, dan agnostisism yang masing-masing mempunyai pengaruh berbeda dalam melihat alam.

Salah satu yang sangat menarik dalam kaitannya dengan ajaran ruang dan waktu adalah priode setelah abad pertengahan, abad ke-16 dan ke-17, yang menganggap alam ini laksana sebuah mesin, dan mesin alam ini kemudian menjadi metafora yang dominan pada zaman modern (Capra, 1997: 52). Tulisan ini akan membahas dengan singkat isu filosofis yang cukup kuno namun tetap kontroversial, yakni problem ruang dan waktu menurut Newton.

Newton adalah sosok yang, mau tidak mau harus, harus dilibatkan ketika berbicara tentang konsep alam semesta. Terlepas dari kekurangannya, ajaran Newton telah mengambil peranan vital sebagai landasan bagi sains untuk take off menuju sains paradigma baru. Bahkan Einstein sendiri, sosok yang dianggap mewakili sains modern, ketika ditanya mengenai sukses besar teori relativitasnya mengatakan bahwa apa yang ia lakukan tidak lebih hanyalah batu bata terakhir dari bata-bata lain yang telah diletakkan oleh ilmuan atau filsuf lain sebelumnya.

Berdasarkan ini, keberadaan sains paradigma baru tidak bisa dilepaskan dari sains kisah lama (the old story of science). Suatu narasi besar sains adalah kesinambungan dari apa yang ada sebelumnya. Perbedaan paradigma sains haruslah dipahami sebagai kesatuan yang tak terpisah, paling tidak merupakan reaksi terhadap kisah lama yang telah mengalami anomali. Di sinilah urgensi memahami ajaran ruang dan waktu Newton untuk memahami sains kosmos secara komprehensip.


Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan persoalan-persoalan sebagai berikut:

  1. Bagaimana ruang dan waktu (time and space) menurut ajaran Newton?
  2. Bagaimana pengaruh ajaran Newton terhadap pandangan dunia (cosmic world view)?


Tujuan Penelitian

Sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pandangan atau ajaran Newton mengenai ruang dan waktu (time and space) serta pengaruhnya bagi kehidupan dan cara pandang manusia terhadap dunia (cosmic world view) pada umunya dan filsafat (kosmologi) pada khususnya.


Keaslian Penelitian

Sampai sejauh ini kajian yang secara spesifik mengkaji ajaran-ajaran Newton, khususnya mengenai ajaran ruang dan waktu, belum ditemukan. Pembahasan tentang Newton yang dominan selama ini hanyalah pada gerak besar pemikiran dan temuan-temuan ilmiahnya saja seperti teori gravitasi, teori hukum gerak, perhitungan kalkulus, dan optik. Sementara prinsip-prinsip filosofis yang mendasari penemuan besarnya sulit ditemukan.

Satu-satunya penelitian yang ada sementara ini adalah skripsi karya Sri Tofani 1998 di bawah bimbingan Drs. Ali Mudhofir, M. Hum dengan judul "Prinsip Kausalitas Isaac Newton" (Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Filsafat Modern). Dalam penelitian ini Sri Tofani mencoba melihat seberapa besar peranan prinsip kausalitas dalam pandangan dan hukum-hukum yang ditemukan Newton serta sumbangannya pada perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat.

Di samping itu sebuah buku yang berjudul Riwayat Sang Kala: Dari Dentuman Besar Hingga lubang Hitam karya Stephen Hawking yang diterjemahkan dari A Brief History of Time. Buku ini memang sebagian membahas tentang ruang dan waktu termasuk di dalamnya ajaran Newton tetapi lebih pada hukum-hukum gerakannya. Apalagi penjelasan mengenai ajaran ruang dan waktu Newton dalam buku ini hanya sebagai batu loncatan untuk sampai pada penjelasan ajaran yang lebih baru, yaitu teiori relativitas Einstein, dan tidak masuk pada prinsip-prinsip ajaran Newton sendiri. Pembahasan selanjutnya lebih ditekankan pada persoalan atau isu-isu sains kisah baru, termasuk di dalamnya pertanyaan-pertanyaan tentang Tuhan dan sebagainya.

Sementara dalam penelitian ini saya mencoba mengkaji secara spesifik prinsip-pinsip ajaran Newton mengenai ruang dan waktu dan implikasinya terhadap pandangan uman manusia terhadap dunia (cosmic world view). Penelitian ini saya anggap penting karena, meskipun dianggap kuno, tidak bisa dipungkiri ajaran Newton mengenai ruang dan waktu masih relevan serta mempunyai pengaruh yang besar terhadap pandangan dunia. Dari sudut ini keaslian penelitian ini bisa dipertanggung jawabkan sepenuhnya.


PEMBAHASAN

Tentang Isaac Newton

Secara keseluruhan kepribadian Sir Isaac Newton (1642-1727) tidak menyenangkan. Pergaulannya dengan teman-teman akademisnya bisa dikatakan buruk. Sebagian besar masa menjelang akhir hayatnya diisi dengan perdebatan yang seru. Menyusul terbitnya Principia Mathematica, Newton menanjak sebagai seorang tokoh terkemuka. Buku itu merupakan buku paling berpengaruh dalam bidang fisika. Ia diangkat menjadi ketua Royal Society dan merupakan ilmuwan yang diningratkan.

Newton pun pernah bersengketa dengan astronom kerajaan, John Flamsteed, yang sebelumnya memberinya data yang sangat diperlukan untuk buku Principia. Sejak itu Flamsteed menyetop informasi yang diperlukan Newton. Tetapi Newton tidak mau mundur. Ia berusaha agar dirinya diangkat dalam dewan pimpinan Observatorium Kerajaan dan kemudian mencoba memaksa agar data itu segera diterbitkan. Akhirnya ia mengatur agar karya Flamsteed dapat disita dan disiapkan untuk diterbitkan oleh musuh bebuyutan Flamsteed, Edmond Halley.

Sengketa yang lebih serius terjadi dengan filsuf Jerman, Gottfied Leibniz. Baik Leibniz maupun Newton secara terpisah mengembangkan cabang matematika yang disebut kalkulus. Cabang ini kemudian mendasari kebanyakan fisika modern. Meskipun sekarang ini kita tahu bahwa Newton telah menemukan kalkulus bertahun-tahun sebelum Leibniz. Sempat terjadi debat besar antara dua kubu, mengenai siapa yang lebih dahulu menemukan kalkulus.

Selama priode kedua sengketa itu, Newton telah meninggalkan Cambridge dan dunia akademis. Ia mulai aktif dalam politik anti Katolik di Cambridge dan kemudian dalam parlemen. Akhirnya ia memperoleh kedudukan basah sebagai pengawas pabrik uang kerajaan. Di sini ia memanfaatkan bakat serta sarkasmenya dalam cara yang lebih dapat diterima dalam pergaulan. Misalnya ia sukses dalam kempanye anti pemalsuan uang, dan bahkan berhasil mengusahakan beberapa orang dihukum gantung (Hawking, 1994: 193-194).


Ruang Absolut dan Waktu Absolut

Suatu revolusi akan menjatuhkan regim lama dan akan memulai suatu tatanan baru (new order). Oleh karena itu, untuk memahami semua revolusi yang pertama diperlukan adalah memahami "regim lama". Dalam fisika modern regim lama adalah sistem Newtonian. Substansi sistem ini bisa dilihat dalam cara menjawab tiga pertanyaan berikut: Apakah unsur-unsur alam fisik ini?, apa itu perubahan?, dan bagaimana perubahan itu terjadi?

Mengenai pertanyaan yang pertama. Newton (1952: 400 dan 1934: 399) mengatakan ada tiga realitas : materi, ruang, dan waktu. Materi, menurut Newton, terdiri dari massa, padat, tidak dapat ditembus, partikel yang dapat dipindahkan, (variasi) ukuran dan jumlah. Newton mendaftar sifat dari materi sebagai perluasan, bersifat keras, bersifat tidak dapat ditembus, dan keluasan. Dasar dan sifat partikel ini, atom-atom, akan tetap selamanya. Atom dianggap sebagai partikel yang terakhir.

Baik ruang maupun waktu, menurut Newton, dipahami sebagai sesuatu yang absolut, karena itu ruang dan waktu akan terus ada sekalipun semua materi di alam ini telah musnah. Newton menggambarkan ruang dalam termenologi ini sebagai ruang yang absolut (absolute space), dengan sendirinya, tanpa terkait dengan apapun yang ada di luar, senantiasa serupa dan tak dapat digerakkan. Ia menambahkan, absolut, benar, dan waktu matematik, dengan sendirinya, dan dari sifatnya sendiri, mengalir dengan sama tanpa terkait dengan apapun yang ada di luar. Ruang dan waktu diasumsikan sebagai sesuatu yang tak terbatas, universal, dan tidak dapat berubah. Keduanya harus diandaikan ada mendahului manusia untuk bisa menjelaskan gejala di sekitarnya. Ruang ibarat wadah raksasa berdimensi tiga tempat segala sesuatu bergerak di bawah kerja hukum-hukum deterministik, antara lain hukum gravitasi.

"Absolute space, in its own nature, without relation to anything external, remains always similar and immovable. Absolute, true, and mathematical time, of itself, and from its own nature, flows equally without relation to anything external" (Newton, 1934: 6).

Jadi, pengertian ruang yang dianut Newton adalah ruang yang tidak berhingga luasnya, karena itu tidak mungkin orang dapat menentukan batas terakhir ruang tersebut. Ditinjau dari suatu titik manapun dalam ruang, maka akan terbukti senantiasa ada ruang di balik ruang. Implikasinya adalah bahwa ruang tidak memiliki awal, tengah, dan akhir (abadi). Dengan demikian titik yang manapun dalam ruang dipandang sebagai titik acuan atau titik tengah. Sifat tidak terhingga dari ruang objektif ini menyebabkan orang tidak mungkin mengatakan bahwa ruang itu bersuasana (Kattsoff, 2004: 235).

Dengan demikian, mau tidak mau kita harus membedakan antara rotasi partikuler absolut dan rotasi partikuler relatif dalam menjelaskan fenomena dinamik tertentu yang melibatkan ruang dan waktu. Selain itu, kita harus membedakan antara percepatan absolut dan percepatan relatif pada umumnya. Bagi Newton, rotasi dan percepatan absolut memerlukan ruang dan waktu absolut. Ruang adalah tempat yang kosong dan waktu mengalir terus tanpa mempedulikan apapun di luarnya. Yang menempati ruang kosong dalam waktu absolut itu adalah materi. Materi terdiri dair pertikel-pertikel yang berasal dari suatu substansi. Materi ini diasumsikan Newton sebagai balok-balok dasar penyusun benda. Balok-balok dasar ini berbentuk atom yang padat dan memiliki ukuran yang berbeda tetapi semuanya berasal dari bahan yang sama (Heisenberg, 1962: 81).

Sementara perubahan, oleh Newton, hanyalah dimengerti sebagai perpisahan (separations), penggabungan baru (new associations) dan pergerakan-pergerakan, dengan berbagai variasinya dari partikel yang permanen. Dan akhirnya semua terlaksana dalam hukum-hukum fisika yang mengatur pergerakan materi dalam ruang dan waktu yang absolut, demikian pendapat Newton sekaligus menjawab persoalan yang ketiga di atas. Implikasi pernyataan ini adalah, bahwa para ilmuwan tidak lebih hanyalah sekedar penonton yang berada di luar sistem tersebut. Seluruh alam semesta dan materi dapat dimengerti tanpa harus dihantar oleh pikiran (Augros & Stanciu, 1985: 2).

Sistem Newton terbukti berhasil gilang-gemilang, khususnya dalam lapangan ilmu fisika dan kimia. Berkat sistem Newton tersebut ilmuwan-ilmuwan seperti Faraday, Kelvin, Herschel, dan masih banyak ilmuwan lainnya lagi, mampu menemukan berbagai penemuan dalam bidang listrik, panas dan cahaya. Sudah barang tentu keberhasilan sistem tersebut memberikan ilham ke bidang-bidang lainnya seperti biologi, psikologi, sejarah, dan ekonomi (Greg Soetomo, 1995: 31).


Ruang Perseptual dan Ruang Objektif

Dari penjelasan sebelumnya jelas bahwa raung itu, bagi Newton, ada berisafat objektif dan merupakan sejenis wadah yang di dalamnya terjadi kejadian-kejadian. Di dalam wadah itu pula terdapat berbagai jenis objek. Bahkan ruang tetap ada meskipun di dalamnya tidak terdapat kejadian atau objek apapun. Dan kiranya tidaklah mungkin memahami objek-objek yang tidak terdapat di dalam ruang, atau memahami kejadian-kejadian yang tidak terjadi dalam ruang tertentu.

Di samping itu pula, ruang bersifat netral terhadap apa saja yang menempatinya atau yang terjadi di dalamnya, meskipun dapat dikatakan bahwa ruang merupakan kerangka yang di dalamnya dapat ditempatkan kejadian atau objek tertentu. Contoh dalam hal ini misalnya suatu benda di luar angkasa tidak mempunyai pengaruh apapun terhadap hakekat ruang di mana ia berada, karena benda tersebut bisa saja bergerak dari bagian ruang yang satu ke bagian lainnya, atau dari suatu tempat ke tempat lainnya tanpa perubahan apapun mengenai ciri-cirinya sendiri atau tanpa mengubah ciri-ciri khas ruang angkasa (Kattsoff, 2004: 233).

Di samping waktu absolut juga ada waktu relatif (nisbi), yang dapat diindera yang menyangkut durasi dengan menggunakan gerakan. Semua gerakan dalam konteks ini dapat dipercepat atau diperlambat, tetapi kemajuan yang sebenarnya atau yang tetap dari waktu tidak terkena oleh perubahan apapun. Durasi atau ketetapan beradanya barang-barang tetap sama, tanpa memperhatikan apakah gerakannya cepat atau lambat, atau tidak ada gerakan sama sekali. Berkenaan dengan ini perlu dibedakan apa yang sesungguhnya hanya merupakan alat pengukur yang dapat dipersepsi dari waktu tersebut (Newton,1948: 7).

Berikutnya Newton sampai pada satu tesis bahwa di manapun ruang itu sama saja. Kita masing-masing mungkin berbeda dalam hal mencerap (mempersepsi) ruang, karena hasil cerapan atas kejadian-kejadian yang terdapat dalam ruang senantiasa berhubungan dengan raga kita masing-masing. Karena itu, pengertian ruang hasil cerapan dengan ruang objektif itu berbeda (Kattsoff, 2004: 234). Atau dalam istilah Prof. Dr. T Yacob disebut waktu internal dan waktu eksternal.

Masing-masing orang mencerap atau mempersepsi hubungan yang menyangkut ruang secara berbeda-berbeda, karena sudut pandangnya juga berbeda-beda. Namun ruang yang dicerap dari berbagai sudut pandang itu sesungguhnya satu dan sama karena ruang dan waktu yang sesungguhnya bersifat absolut tidak berubah karena sentimen eksternal. Dunia kita tempat kita hidup pada dasarnya sama bagi setiap orang dan mempunyai susunan ruang tersendiri.


Ruang Matematik

Penting kiranya menyadari bahwa ada perbedaan yang sungguh-sungguh antara ruang hasil cerapan dengan ruang objektif, dan selanjutnya juga antara kedua macam ruang tersebut dengan ruang matematik. Mestinya tidaklah sulit bagi kita untuk memahami bahwa ruang yang kita cerap perlu dibedakan dengan ruang sebagaimana adanya.

Ruang matematik, dalam pandangan Newton, berkaitan dengan titik-titik dan garis-garis, dan definisi mengenai ruang tersebut sedemikian rupa keadaanya sehingga tidak mungkin ada acuannya di alam objektif. Kita bukan hanya tidak pernah melihat suatu garis, bahkan di alam fisik garis itu tidak terdapat. Apa yang kita lihat jika kita menarik suatu 'garis' sesungguhnya merupakan benda padat. Benda ini mempunyai tiga matra dan bukan dua. Selain itu, yang dinamakan garis itu demikian rupa keadaanya, sehingga setiap bagiannya benar-benar sesuai dengan bagian-bagian lainnya yang manapun. Dalam dunia kita yang berisi objek-objek secara tidak teratur, hal yang demikian itu tidak mungkin ada.

Seorang ahli matematika menyelidiki satuan-satuan yang hanya ada dalam pikiran dan tidak pernah mempermasalahkan hakekat ruang objektif. Sesungguhnya ruang matematik merupakan hasil ciptaan ahli matematika, sedangkan ruang objektif sebagai ruang yang terdapat di suatu tempat tertentu, dan ruang hasil cerapan merupakan ruang yang kita cerap. Seorang ahli matematika dapat menciptakan ruang yang berhingga atau yang tidak berhingga. Ruang objektif dapat berhingga atau tidak berhingga. Sementara ruang hasil cerapan tampaknya pasti berhingga, karena ruang semacam ini dibatasi oleh daya jangkau cerapan kita (Kattsoff, 2004: 234-235).

Begitu juga waktu yang mutlak dan bersifat matematis, dari dirinya sendiri dan berdasarkan atas hakekatnya sendiri, mengalir secara tetap tanpa dipengaruhi oleh hal-hal yang terdapat di luar dirinya, dan dengan istilah lain disebut durasi (duration). Sedangkan waktu relatif, yang semu, dan yang biasa merupakan semacam ukuran yang dapat diindera serta berasal dari luar dirinya yang menyangkut durasi dengan menggunakan gerakan, yang biasanya digunakan untuk menggantikan waktu yang sebenarnya (Newton, 1948: 6).

Semua gerakan dapat dipercepat atau diperlambat, tetapi kemajuan yang sebenarnya atau yang tetap dari waktu tidak terkena oleh perubahan apapun. Lama berlaku (durasi) atau ketetapan beradanya barang-barang tetap sama, tanpa memperhatikan apakah gerakannya cepat atau lambat, atau tidak ada gerakan sama sekal. Berkenaan dengan ini perlu dibedakan dari apa yang sesungguhnya hanya merupakan alat pengukur yang dapat diindera dari waktu tersebut.

Waktu dalam pengertian realitas matematis yang bersifat absolut, sebegaimana dijelaskan sebelumnya, tanpa tergantung dari relasi dengan suatu hal lain. Waktu sedemikian itu adalah penampung bagi gerak absolut pada substansi-substansi kosmis. Waktu itu tanpa awal dan tanpa akhir, dan berlandaskan langsung pada ketakterbatasan dan keabadian Tuhan (Bakker, 1995: 114).


Ajaran Newton dan Cosmic World View

Pasca Newton, pandangan mengenai ruang dan waktu benar-benar telah berubah. Dalam pengantar Principia, Newton mengatakan bahwa para kosmolog kuno telah membedakan antara geometri dengan mekanika. Dan Newton berusaha memadukan keduanya. Newton juga mengatakan, prinsip matematik tentang filsafat alam termuat dalam Principia. Seluruh kesulitan filsafati tampaknya telah termuat dalam karya ini dari fenomena gerak sampai ke penyelidikan gaya-gaya yang bekerja pada kosmos dan kemudian gaya-gaya tersebut digunakan untuk mendemonstrasikan fenomena-fenomena lain.

Dengan penemuan Newton ini, sifat dasar ilmu abad pertengahan yang didasarkan atas penalaran dan keimanan yang bertujuan memahami makna dan signifikansi segala sesuatu berubah secara fundamental. Sejak abad ke-16 dan ke-17 pengertian alam sebagai sesuatu yang bersifat organik, hidup, dan bersifat spiritual digantikan oleh pengertian bahwa dunia ini laksana sebuah mesin, dan mesin dunia itu kemudian menjadi metafora yang dominan pada zaman modern (Capra, 1997: 52), bahkan hingga sekarang banyak dari ilmuwan yang diam-diam memiliki keyakinan semacam ini.

Tidak sedikit orang yang mengkritik keyakinan Newton ini. Khususnya Uskup Berkeley, seorang filsuf yang meyakini bahwa semua objek kebendaan, ruang dan waktu itu hanyalah khayalan belaka (Hawking, 1994: 21). Namun begitu fisika mekanistik dan makroskopik (termasuk bidang kimia) mengalami kesuksesan besar. Konsekuensinya adalah bahwa di samping materi tidak ada apapun, juga kegiatan berpikir, keinginan dan emosi.

Dalam sejarah, sains ini dikenal dengan sebutan The Old Story of Science yang ditandai dengan perkembangan dalam fisika dan kosmologi yang semakin materialistik. Russel adalah di antarna sekian pembela sains kisah lama. Ia berpendapat bahwa manusia itu tidak ubahnya merupakan produk dari penyebab yang terus berproses dan tidak akan berakhir. Konsekuensi dari pernyataan ini adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan asal-usul manusia, pertumbuhannya, rasa cinta, harapan dan segala kecemasannya tidak lebih dari himpunan atom-atom (Augros & Stanciu, 1985: 16). Tujuan dalam hidup, keberadaan Allah, hidup yang sarat dengan keindahan, hal-hal yang bersifat rohani, serta martabat manusia kemudian menjadi tanda tanya.

Dalam perspektif kisah lama yang terutama adalah bahwa pikiran itu sendiri berasal dari materi. Pandangan ini setidaknya memberikan dua implikasi: pertama, pikiran manusia tidak dapat membuat pilihan bebas mengingat gerakan materi yang ada di dalamnya berada dalam kontrol mekanis. Perubahan-perubahan materilah yang menghasilkan pemikiran-pemikiran, tidak lebih dari itu.

Kedua, dengan bertitik-tolak dari konsep pikiran kisah lama tersebut, maka tidak ada dalam diri manusia yang dapat hidup dari sesuatu yang sudah mati. Jika kegiatan berpikir dan berkehendak merupakan kegiatan dari otak manusia, itu berarti bahwa setelah otak tersebut rusak tertutuplah kemungkinan untuk terjadinya kegiatan tersebut. Jika setiap bagian dari manusia adalah materi, maka setiap bagian dari manusia adalah sesuatu yang mati. Dan dalam kisah lama yang abadi semata hanyalah materi.

Namun, dengan demikian, bukan berarti kita begitu saja mengatakan bahwa Newton adalah seorang Materialis, ia hanya menggunakan materialisme sebagai metodologinya. Tidak sedikit dari ilmuwan yang kemudian menyingkirkan semua keyakinannya untuk dapat mengembangkan argumen ilmiahnya dan berasumsi bahwa materi merupakan satu-satunya yang nyata ada, atau setidak-tidaknya segala hal yang dapat kita kenal secara ilmiah adalah materi. Dalam konteks ini, maka materialisme menjadi salah satu dari metode ilmiah yang mengambil peranan sangat penting dalam abad ke sembilan belas. Dan karena itu tidak dapat dengan senderhana dikatakan bahwa mereka tidak bertuhan (ateis).

Mengenai hal ini para ilmuan kisah lama berbeda pendapat satu sama lain. Newton sendiri ternyata memandang adanya Tuhan yang berperanan dalam menggerakkan planet-planet dan sistem tata surya. Sementara yang lainnya lebih menganut agnostik, seperti Carl F. Gauss. Tetapi tidak jarang yang beranggapan bahwa sains tidak mengizinkan hidupnya agnostisisme karena alam semesta ini bergerak dengan sendirinya seperti mesin (Soetomo, 1995: 20).

Dari sini sebenarnya tidak relevan menggeneralisir ilmuan kisah lama sebagai ateis, karena ternyata masing-masing tokohnya mempunyai keyakinan berbeda mengenai kekuatan supernatural. Namun, walaupun begitu, pandangan sains kisah lama dapat disimpulkan bersifat materialistik dan deterministik yang berpegaruh besar terhadap cosmic world view.


Catatan Akhir

Kejeniusan Newton terletak dalam kemampuannya menciptakan sintesis karya-karya Descartes, Galileo dan Kepler, dan menghadirkan sebuah gambaran dunia yang ia rasakan (sebagai orang yang beragama) sebagai konfirmasi terhadap sebuah tatanan spiritual di Alam Semesta. Sebenarnya, latar belakang pemikiran Newton, yang terkait dengan tokoh-tokoh seperti Isaac Burrows dan kalangan Platonis Cambridge, sangat tidak bisa dipisahkan dari kepentingan terhadap makna metafisik tentang ruang, waktu, dan gerak. Namun, pandangan dunia Newtonian juga telah menyebabkan konsepsi Alam Semesta yang bersifat mekanistis dan betul-betul terpisah dari interpretasi benda yang organik dan holistik. Akibatnya, setelah abad ketujuh belas, sains dan agama betul-betul terpisah (Nasr, 2003: 85).

Newton adalah salah seorang yang pertama kali menyadari pengaruh buruk penemuannya bagi teologi. Kita tidak boleh melupkan betapa banyak usaha yang telah ia lakukan dan betapa banyak halaman yang ia tulis tentang sains alkimia dan kabbalistik di masanya. Munkin, baginya, fisika yang baru, dengan keberhasilannya di tingkat matematika-fisik, hanyalah sebuah sains tentang benda material. Namun, bagi para pengikutnya, fisika baru ini telah menjadi sebuah sains, satu-satunya pengetahuan yang sah tentang dunia objektif.


DAFTAR PUSTAKA

Augros, Robert M. & Stanciu, George N., 1985, The New Story of Science; Mind and the Universe, Preface by Sir John Eccles, Gateway, Chicago.

Bakker, Anton, 1995, Kosmologi dan Ekologi, Filsafat Tentang Kosmos Sebagai Rumah Tangga Manusia, Kanisius, Yogyakarta.

Capra, Fritjof, 1997, Titik Balik Peradaban, Alih bahasa. M. Thoyibi, Bentang, Yogyakarta.

Hawking, Stephen, 1994, Riwayat Sang Kala, Dari Dentuman Besar Hingga Lubang Hitam, alih bahasa A. Hadyana Pudjaatmaka, Grafiti, Jakarta.

Heisenberg, 1962, Werner, Physics and Philosophy, Harper dan Row, New York.

Kattsoff, Lois O., 2004, Pengantar Filsafat, alih bahasa oleh Soejono Soemargono, cet ix, Tiara Wacana, Yogyakarta.

Newton, Isaac, 1934, Principia, Trans. Florian Cajori, University of California Press, Berkeley dan Los Angeles

----------, Isaac, 1948, Mathematical Principles of Natural Philosophy, Trans. By F. Gajori, University of California Press, Berkeley.

----------, Isaac, 1952, Opticks, Dover, New York.

Nasr, Sayyed Hossein, 2003, Antara Tuhan, Manusia dan Alam, Terj. Ali Noer Zaman, Irchisod, Yogyakarta.

Soetomo, Greg, 1995, Sains dan Problem Ketuhanan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar